SEJARAH PELABUHAN TANJUNG RINGGIT PALOPO
HISTORY
OF THE PORT OF TANJUNG RINGGIT IN PALOPO
PENDAHULUAN
Sarana pengangkutan laut di Sulawesi Selatan masih belum memadai, ini
ditandai dengan masih minimnnya sarana dan prasarana angkutan yang nyaman bagi
para penumpang dan angkutan barang. Hasil survey Lembaga konsumen dan Jasa
Indonesia tahun 2003, dari empat pelabuhan besar yang disurvei (Tanjung Perak,
Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Soekarno-Hatta) pelabuhan Soekarno-Hatta di
Makassar menempati peringkat kedua dari bawah setelah tanjung emas (Hamrie, 1988:92). Hasil survey ini membuktikan bahwa sarana
pengangkutan baik itu barang dan penumpang masih belum memadai dan belum
memuaskan tingkat konsumen. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme
masyarakat di dalam menggunakan jasa transportasi pengangkutan laut. Karena
transportasi laut memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan
modern (Purwaka, 1984:2).
Pelabuhan sebagai sarana pengangkutan antarpulau memegang peranan penting
di dalam penyebaran dan pemerataan hasil-hasil produksi antarpulau. Di Sulawesi
Selatan terdapat beberapa pelabuhan pengangkutan salah satu di antaranya adalah
pelabuhan Tanjung Ringgit di Palopo. Aktivitas pelabuhan Tanjung Ringgit yang
melayani kegiatan bongkar muat khususnya barang-barang hasil pertanian,
perkebunan disamping itu juga melayani kegiatan embarkasi dan debarkasi
penumpang kebeberapa pulau terutama di Kalimantan, baik itu di Balikpapan,
Samarinda, Bontang dan lain-lain.Barang-barang hasil pertanian yang paling
sering di pasarkan ke pulau lain lewat pelabuhan ini adalah beras. Beras
merupakan komoditi utama masyarakat Sulawesi Selatan dan Pelabuhan Tanjung
Ringgit sebagai mediator perdagangan dengan pulau-pulau lain di Indonesia.
Keberadaan pelabuhan tersebut mempunyai dampak yang sangat besar terhadap
aktivitas ekonomi di daerah tersebut (Siregar, 1990:75).
Tulisan ini berusaha untuk menguraikan sejarah perkembangan pelabuhan
Tanjung Ringgit. Pelabuhan
Tanjung Ringgit di Palopo dibangun pada tahun 1920 oleh Pemerintah Hindia
Belanda. Pada awalnya pelabuhan ini merupakan sebuah dermaga kecil yang hanya
bisa disinggahi oleh kapal-kapal yang juga bertonase kecil untuk mendukung jalur distribusi barang dan
mobilitas orang yang menghubungkan dengan beberapa pelabuhan lainnya seperti; pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar dan pelabuhan
Nunukan di Kalimantan. Pelabuhan Tanjung Ringgit kemudian mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan perekonomian.
Untuk menggambarkan sejarah pelabuhan Tanjung Ringgit, maka metode
penelitian yang digunakan adalah sejarah kritis yang digunakan dalam penelitian
ini melalui tahapan heuristic, kritis
sumber, interpretasi dan historiografi. Sumber-sumber primer yang digunakan
meliputi, arsip dan dokumen pemerintah. Selain sumber itu, informasi tentang
pelabuhan juga diperoleh, berupa buku, artikel, majalah atau bulletin dan lain
sebagainya. Sumber-sumber sejarah tersebut, setelah melalui proses kritik
selanjutnya dinarasikan dalam bentuk eksplanasi sejarah.
PEMBAHASAN
Perkembangan Pelabuhan Tanjung Ringgit 1970-1985
Pelabuhan
Tanjung
Ringgit dianggap sebagai pelabuhan
penting di Kerajaan Luwu, karena biasa berlabuh beberapa kapal junk (perahu yang besar atau kapal layar). Di daerah ini tersedia barang dagangan berupa beras, kopra, kopi, cokelat dan hasil
bumi lainnya, dan lada dalam jumlah banyak sekali. Dari data tersebut tergambar
bagaimana posisi dan peranan Palopo sebagai Kota Pelabuhan sangat
penting di Nusantara.Walaupun hal ini tidak terkait
langsung dengan pelabuhan Tanjung
Ringgit yang lahir kemudian, namun memberikan gambaran posisi Palopo di jalur
Internasional, dan gambaran komoditi yang ada di Palopo masa itu, bahkan pada
masa awal keberadaan Pelabuhan Tanjung Ringgit menunjang aktifitas perdagangan
antar daerah tahun1920 sampai tahun 1954. Melihat fungsi tersebut,
pemerintah menetapkan pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pelabuhan khusus,
artinya pelabuhan khusus penyeberangan kapal Ferry. Fungsi ini berbeda dengan
keberadaan pelabuhan umum seperti Pelabuhan Soekarno - Hatta di Makassar (Sudjatmiko,1979:85).
Aktivitas pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pelabuhan alam yang melayani
kegiatan bongkar muat khususnya barang-barang hasil pertanian, perkebunan di samping
itu juga melayani kegiatan embarkasi dan debarkasi penumpang kebeberapa pulau
terutama di Kalimantan, baik itu di Balikpapan, Samarinda, Bontang dan
lain-lain.
Barang-barang hasil pertanian yang paling sering dipasarkan ke pulau lain
lewat pelabuhan ini adalah beras. Beras merupakan komoditi utama masyarakat
Sulawesi Selatan dan pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai mediator perdagangan
dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Keberadaan pelabuhan tersebut mempunyai
dampak yang sangat besar terhadap aktivitas ekonomi di daerah tersebut.
Kemajuan Pelabuhan 1986-1996
Pada tahun 1991 status
hukum badan usaha pelabuhan kembali mengalami perubahan dari status Perusahaan
Umum (Perum) berubah menjadi Persero. Perubahan ini lebih menekankan
pengelolaan pelabuhan berorientasi pada pemupukan keuntungan. Pelabuhan di bawah
pengelolaan PT (Persero) harus dapat meraih keuntungan karena merupakan salah
satu sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pelabuhan Tanjung Ringgit berada di bawah
pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan IV yang mencakup pula beberapa pelabuhan lainnya
di wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua.
Perubahan status ini juga berlaku untuk pelabuhan Tanjung Ringgit sejak tahun
1991 berada di bawah pengelolaan PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia IV yang berkedudukan di Makassar.
Berdasarkan
studi dari LPEM-FEUI pada tahun 2012 yang membuat buruknya pelayanan di
pelabuhan adalah kemacetan (congestion) pergerakan barang, terbatasnya
infrastruktur, terbatasnya crane, dan
administrasi (Triatmojo, 1996:123). Terkait dengan kemacetan (congestion) pergerakan barang tidak
saja terjadi di dalam pelabuhan tetapi juga di luar pelabuhan yang
mengakibatkan tersendatnya pengiriman barang dan mengakibatkan kapal harus
menunggu lebih lama.
Persoalan
lain terkait dengan pengelolaan kepelabuhanan adalah kelangkaan fasilitas
pelabuhan, regulasi dan sumber daya manusia. Terkait dengan fasilitas
pelabuhan, banyak pelabuhan di Indonesia yang terbuka bagi kapal asing tetapi
belum sepenuhnya menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS)
Code.
Beberapa
permasalahan pelabuhan Tanjung Ringgit tersebut di atas memberi gambaran bahwa
pelayanan pelabuhan belum berjalan dengan baik akan berpengaruh pada distribusi
barang di Indonesia karena berdasarkan data 2012 menunjukan bahwa volume arus
bongkar muat barang di Palopo 60 % melalui Tanjung Ringgit.
a. Pelabuhan dan Jaringan Transportasi
Pelabuhan Tanjung
Ringgit merupakan salah satu pelabuhan yang ada di Sulawesi Selatan yang ramai
dikunjungi oleh kapal-kapal ferry dan kapal barang. Tetapi kondisi pelabuhan
yang memiliki kedalaman yang kurang memadai membuat kapal yang memiliki tonase
besar tidak dapat memasuki pelabuhan guna menghindari kandasnya kapal.
Keterbatasan sarana dan kedangkalan pelabuhan membuat aktivitas bongkar muat
barang mengalami hambatan. Tetapi salah satu kelebihan pelabuhan Tanjung
Ringgit karena pelabuhan ini terletak di dalam kota. Hal ini menguntungkan
karena angkutan barang dan penumpang dari daerah sekitar kawasan Luwu bisa dilakukan melalui jalan darat. Sebelum
barang atau penumpang dikapalkan ke pelabuhan tujuan, barang atau penumpang
diangkut dengan truk atau bus dan kendaraan pribadi. Demikian pula sebaliknya apabila datang kapal dari
luar Luwu yang akan membongkar muatannya
di pelabuhan Tanjung Ringgit, maka
barang atau penumpang tersebut diangkut melalui jalan darat (Laporan Pelabuhan
Tanjung Ringgit, 1993-2000).
Volume pengangkutan
barang dan penumpang melalui pelabuhan Tanjung Ringgit pada tahun 1970-1985
mengalami fluktuasi. Pada masa tertentu volume bongkar muat barang dan
penumpang melalui pelabuhan Tanjung Ringgit mengalami peningkatan, namun pada
tahun yang lain mengalami penurunan. Pada tahun 1970 volume pengangkutan barang
dan penumpang yang melalui pelabuhan Tanjung Ringgit mengalami peningkatan
sampai pada tahun 1975.
Kegiatan perdagangan terjadi melalui para pedagang menyewa
kapal untuk mengangkut barang-barang dagangan ke luar daerah (Wawancara:
Ayushar Iriansyah, 12 Desember 2012). Beras
merupakan komoditi yang paling banyak diperdagangkan di pelabuhan Tanjung
Ringgit. Beras juga merupakan hasil bumi yang paling banyak diminati oleh
masyarakat di daerah Kalimantan. Menurut seorang informan di daerah ini bahwa pada
dasarnya kami lebih sering membawa beras keluar daerah misalnya ke Kalimantan, karena
daerah ini harga beras sangat tinggi. Setelah kembali kami membawa kayu untuk
dijual di daerah Sulawesi. (Herman: wawancara, 1 Desember 2012). Hal ini senada
apa yang sampaikan oleh ibu Nukrah bahwa
saya berdagang beras ke Pulau Kalimantan karena dapat menjanjikan keuntungan
yang sangat besar. I sini saya beli beras dengan harga Rp. 3.200 perkilo gram,
maka di sana (Kalimantan) saya jual dengan harga Rp. 4.200 perkilo gram. Keadaan
ini sangat menguntungkan apabila dibandingkan saya berdagang di kampung (Wawancara:
Nukrah, 3 Desember 2012).
Kutipan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa perdagangan
antarpulau yang menggunakan jasa pelabuhan sebagian besar adalah perdagangan
beras, dan hasil-hasil bumi lain, seperti kacang ijo, jagung, cabe, dan lain
sebagainya. Namun perdagangan jenis hasil bumi ini tergantung dari peredaran
musim tanam oleh para petani.
Untuk menelaah perdagangan beras di pelabuhan Tanjung Ringgit
Kota Palopo, maka tidak lepas dari sejarah perkembangan pelabuhan itu sendiri.
Oleh karena di bawah ini akan diuraikan perkembangan pelabuhan Tanjung Ringgit
Kota Palopo. Untuk menelusuri
sejarah pelabuhan Tanjung Ringgit, penulis petakan ke dalam dua periode.
Periode pertama antara tahun 1974 sampai tahun 1995, di mana pada periode ini pelabuhan
Tanjung Ringgit sebagai pelabuhan rakyat dikelolah oleh pemerintah Kota Palopo,
kemudian periode kedua dari tahun 1996 sampai tahun 2006, di mana pada periode
ini pelabuhan Tanjung Ringgit diambil alih pemerintah pusat dinyatakan sebagai
BUMN.
Pada tahap awal pelaksanaan pembangunan Dermaga Pelabuhan
Awerage hanya 1 (satu) buah. Dermaga tersebut terbuat dari kayu dan merupakan
milik Pemda Tingkat II Kota Palopo dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 6
meter yang dibangun pada tahun 1974. Dan digunakan sebagai tempat pelayaran
rakyat antarpulau untuk mengangkut bahan-bahan hasil pertanian dan ternak ke
daerah Kalimantan.
Pemda Kota
Palopo melihat bahwa pelabuhan Tanjung Ringgit cukup potensial untuk menunjang
salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Palopo akhirnya pada tahun 1990
Pemda Tingkat II Kota Palopo membangun 1 (satu) buah gedung kantor semi
permanen dan lapangan penumpukan milik Departemen Perhubungan Propinsi Sulawesi
Selatan dengan ukuran 50x40 meter dibangun 1 (satu) buah pos jaga yang dibangun
diatas lapangan penumpukan denga ukuran 6x6 meter type 36.
Untuk memperlancar kegiatan di pelabuhan Tanjung Ringgit
Pemda Tingkat II Kota Palopo membangun fasilitas penunjang berupa pembuatan
jalan raya menuju ke dermaga pelabuhan sekitar ± 500 meter dalam bentuk jalan
raya masih bersifat pengerasan pengadaan air minum sebagai salah satu
kelengkapan fasilitas penunjang yang dikerjakan oleh pemerintah daerah
pelabuhan, pembangunan kantor Bea dan Cukai semi permanen, pembangunan
karantina hewan.
Pengadaan sarana komunikasi operasi udara 1 (satu) buah radio
SSB ICOM IC-M 700 dari Pimpro fasilitas pengembangan pelabuhan laut Tahun
Anggaran 1992/1993 dan pengadaan sarana/alat-alat perkantoran: 4 (empat) buah kursi kayu, 1
(satu) buah kursi besi metal, sicen/kursi tamu, 7 (tujuh) buah meja kayu, 5
(lima) buah lemari kayu, 1 (satu) buah filing
cabinet, 1 (satu) buah brankas, 1 (satu) buah mesin ketik, 1 (satu) buah
mesin hitung, tabung pemadam kebakaran, jam eletronik, gambar peta, kipas
angin, dan laap area meter (Laporan Tahunan Kantor Pelabuhan Tanjung Ringgit
Tahun Anggaran 1993/1994).
Barang-barang yang dimuat di pelabuhan Tanjung Ringgit
meliputi hasil pertanian, perkebunan dan peternakan. Dari dokumen dan informasi
yang penulis dapatkan, dapat diketahui volume bongkar muat barang di pelabuhan
Tanjung Ringgit, namun penulis akan membatasinya sesuai dengan data yang di
pelabuhan Tanjung Ringgit yaitu laporan tahunan mulai 1990 sampai 1995.
Pelabuhan Tanjung Ringgit adalah suatu kawasan kerja, tempat
kapal dapat berlabuh dengan aman, terlindung dari bahaya yang ditimbulkan oleh
gelombang dan angin topan. Pada tahun 1996 merupakan tahun penting bagi
pelabuhan Tanjung Ringgit di mana pada tahun tersebut kantor pelabuhan Tanjung
Ringgit difungsikan dan dioperasikan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
dalam dinamika pembangunan pelabuhan Tanjung Ringgit. Fasilitas-fasilitas yang
dibangun secara besar-besaran dibanding tahun sebelumnya, upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kapal yang beraneka ragam, merupakan motivasi mendasar
pemerintah dalam membangun pelabuhan tersebut.
Pelabuhan dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan
kegiatan industri, perdagangan dan kegiatan ekonomi dari wilayah yang
dilayaninya. Tetapi pelabuhan tidak dapat menciptakan kegiatan tersebut, sebab
pelabuhan hanya melayani tumbuh dan berkembangnya berbagai kegiatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan industri, perdagangan dan lain-lain yang tumbuh dan
berkembang dalam suatu daerah pelabuhan membuat peranan pelabuhan meningkat
dari tempat kapal bersandar menjadi pusat kegiatan berbagai kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam suatu pelabuhan
berupa proses penyimpanan, distribusi, pengelolaan, pemasaran (marketing) dan lain-lain. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Siregar (1990:143) bahwa, pelabuhan
sudah menjadi suatu unit dalam system ekonomi yang tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan ekonomi wilayah yang dilayaninya. Oleh karena itu dalam pengelolahan
pelabuhan harus dipandang sebagai suatu organisme ekonomi yang hidup menurut
tata aturan ekonomi.
Sebagai suatu sistem ekonomi, maka pelayanan jasa pelabuhan
harus lebih baik seiring dengan peningkatan perdagangan yang semakin pesat.
Dengan harus dibangun alur pelayaran harus dikeruk, system administrasi dalam
suatu pelabuhan harus ditingkatkan, karyawan dan buruh pelabuhan harus dilatih.
Namun suatu masalah yang sering dihadapi oleh pihak pelabuhan tentang tidak
diketahui secara tepat jumlah barang, jenis, ragam dan muatan yang akan melalui
pelabuhan. Sehingga mempersulit pelaksanaan persiapan bagi peningkatan
kemampuan pelabuhan tersebut. Pelabuhan harus tetap peka terhadap perubahan
yang akan terjadi dan harus mampu memberikan pelayanannya yang lebih baik.
Setiap pelabuhan khususnya pelabuhan Tanjung Ringgit harus
dapat membiayai dirinya, walaupun struktur dan tingkat tarif pelabuhan selalu
nampak penekanan pada pengutamaan pelayanan agar arus barang melalui pelabuhan
tetap lancar dan dapat merangsang kegiatan perdagangan dan pembangunan pada
umumnya. Dengan demikian walaupun pelabuhan harus dikelolah sebagai salah satu
unit ekonomi dan unit usaha, dimana berlaku tata aturan ekonomi tetapi
kebijksanaan tarif pelayanannya harus berorientasi kepada pengembangan ekonomi.
Hal ini berarti bahwa pelabuhan tidak hanya bertujuan mencari penerimaan yang
cukup, tetapi dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Dengan adanya
dan berfungsinya pelabuhan Tanjung Ringgit di Kota Palopo, pada dasarnya secara
langsung membawa perkembangan perekonomian bagi pengusaha pribumi (pengusaha
ekonomi lemah) utamanya yang bergerak di bidang pelayaran dan perdagangan antar
pulau dan memberikan manfaat-manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya,
terutama dalam menciptakan peluang kerja bagi masyarakat. Dibutuhkannya tenaga
buruh pelabuhan untuk mendukung pelaksanaan bongkar muat barang merupakan salah
satu peluang kerja yang diciptakan oleh pelabuhan (Wawancara: Haeruddin, 12 Desember 2012).
Sebagai unit pelayaran dengan berbagai jenis kegiatan dan
pekerjaan yang begitu kompleks, pelabuhan juta telah menjadi suatu masyarakat
kerja dengan ciri-ciri kehidupannya sendiri. Pemberian status ekonomi (Port Authority) bagi pelabuhan,
menyebabkan pelabuhan tersebut dapat mengikuti gerak kehidupan ekonomi dan
masyarakat yang harus dilayaninya. Tidak terkecuali pelabuhan Tanjung Ringgit
di Kota Palopo.
b. Kunjungan Kapal
Perkembangan perdagangan di pelabuhan
Tanjung Ringgit selain berhubungan erat dengan komoditas yang dihasilkan oleh
Sulawesi Selatan yang didukung oleh
fasilitas pelayaran antarpulau. Berdasarkan PP No. 2 tahun 1969 pasal 5
disebutkan bahwa pelayaran terdiri atas pelayaran dalam negeri dan pelayaran
luar negeri. Pelayaran dalam negeri meliputi:
1. Pelayaran Nusantara
(antarpulau/interinsuler)
Merupakan pelayaran yang melakukan usaha
pengngkutan antarpelabuhan di Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh
dan ketentuan yang berlaku. Wilayah operasi perusahaan pelayaran meliputi
seluruh wilayah perairan Indonesia tanpa memandang jurusan yang dituju dan
ketentuan yang berlaku. Usaha pelayaran Nusantara ini pada umumnya menggunakan kapal berukuran
1000-3000 ton. Dalam pengertian pelayaran Nusantara ini tercakup di dalamnya
jenis pelayaran rakyat, yaitu pelayaran dalam bentuk yang lebih sederhana dari
pelayaran samudra dengan wilayah operasi
di seluruh teritorial Indonesia. Ukuran kapal yang dipakai pada pelayaran
rakyat relatif lebih kecil dari kapal
pelayaran nusantara, jumlahnya lebih banyak sehingga sering disebut armada
semut.
2. Pelayaran Lokal
Merupakan pelayaran yang melakukan usaha
pengangkutan antarpelabuhan di Indonesia yang ditujukan untuk menunjang
kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan
kapal yang berukuran 500 m3 . Pelayaran ini bergerak dalam provinsi
atau beberapa provinsi yang berbatasan.
3. Pelayaran Rakyat
Yaitu pelayaran nusantara dengan
menggunakan perahu-perahu layar. Penyelenggaraan angkutan laut ini dilakukan
oleh perorangan sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional. Pelayaran rakyat ini melayari
jalur pelayaran antarpulau.
Sedangkan pelayaran luar negeri atau
pelayaran samudera adalah jenis
pelayaran yang beroperasi di perairan internasional dan bergerak antara satu
negara ke negara lain dan harus memperhatikan
hukum serta konvensi internasional yang berlaku.
Dari kelima jenis pelayaran di atas,
pelayaran rakyatlah yang paling meramaikan aktifitas di pelabuhan Tanjung
Ringgit. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan. Dari tahun 1975 yang
berjumlah 25 % kemudian mengalami
peningkatan hingga tahun 1980 mencapai 50 atau kira-kira 65 %. kemudian dari
tahun 1980 menagalami penurunan kemudian meningkat secara bertahap pada tahun
1985.
Dari data kunjungan kapal tersebut
dapat disimpulkan bahwa pelayaran rakyatlah yang meramaikan pelabuhan Tanjung
Ringgit jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Muatannya adalah
hasil-hasil bumi, perkebunan dan pertanian. Sampai tahun 1980-an data
menunjukkan bahwa armada pelayaran rakyat masih tetap merupakan salah satu alat
transportasi terpenting bagi pengangkutan barang antarpulau. Perkembangan
pelayaran rakyat memang berkaitan dengan perdagangan, terutama ketika
perdagangan kayu asal Kalimantan ikut meramaikan arus perdagangan di Indonesia.
Armada pelayaran rakyat banyak menikmati keuntungan dari perdagangan kayu
tersebut. Dalam hal ini armada pelayaran rakyat hampir tidak tertandingi oleh
jenis transportasi laut lainnya.
Salah satu faktor yang menyebabkan
pengangkutan dengan perahu banyak diminati adalah mudah dan cepatnya bongkar
muat barang walaupun hampir semua aktivitas bongkar muat dilakukan dengan
tenaga manusia. Biasanya barang yang datang segera dibongkar ke dalam truk yang
sudah siap di dekat perahu. Pengangkutan barang dengan perahu memberi tiga
keuntungan bagi pemilik perahu dan awaknya, maupun bagi pemilik barang. Keuntungan
pertama, dengan cara bongkar muat seperti tersebut di atas akan sangat
mengurangi biaya. Keuntungan kedua, barang terhindari dari kerusakan pada saat
bongkar muat karena barang dikeluarkan/dimasukkan dari/ke dalam perahu satu
persatu. Seandainya terjadinya kerusakan pada barang maka akan cepat
diketahui dan dapat segera
ditanggulangi. Keuntungan ketiga adalah waktu transit di pelabuhan yang lebih
cepat karena prosedur pabean di pelabuhan tidak rumit dibanding dengan
pelabuhan utama.
Meskipun demikian, sebagai alat
transportasi tradisional, armada pelayaran rakyat memang memiliki beberapa
kelemahan, terutama tidak dapat menjamin kecepatan dan keselamatan barang
sampai di tempat tujuan karena perahu layar rawan kecelakaan. Kadang-kadang
perahu rusak di tengah perjalanan sehingga pengangkutan barang memerlukan waktu
lebih lama lagi. Akibatnya barang sudah dalam keadaan rusak ketika sampai di
tempat tujuan karena perahu tenggelam di perjalanan bersama seluruh barang yang
diangkut (Sallatang, 1976:92)
PENUTUP
Perkembangan
perdagangan yang meningkat secara pesat terutama pada pertengahan abad ke-20
tampaknya telah mendorong tumbuhnya kota-kota pelabuhan perdagangan di sekitar
pantai bersamaan dengan pertumbuhan negara-negara maritim baru seperti Indonesia.
Bersamaan dengan itu tumbuh pula golongan pedagang di kota-kota pelabuhan yang
menjadi tulang punggung kegiatan perdagangan pada waktu itu. Para saudagar atau
pedagang yang tinggal di kota-kota bandar perdagangan menggantungkan hidup dari
usaha perdagangan serta pelayaran.
Kegiatan
pengelolaan pelabuhan pada masa awal kemerdekaan dilakukan oleh Jawatan
Pelabuhan. Selanjutnya diadakan penataan kembali organisasi pengelolaan
pelabuhan karena adanya nasionalisasi pelabuhan milik belanda dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) No. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan
Negara Yang menetapkan bahwa status pengelolaan pelabuhan dialihkan dari
jawatan pelabuhan menjadi bentuk badan hukum perusahaan Negara.
Palopo, bukan
nama baru dalam sejarah Indonesia, ketenarannya pada masa Kedatuan Luwu, di
mana pelabuhan Tanjung Ringgit menjadi pelabuhan yang cukup penting pada masa
itu. Walaupun Palopo berpisah secara administrasi dengan wilayah Kabupaten Luwu
namun kota ini menunjukkan perkembangan yang pesat. Posisi penting ini yang
membuat Pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan Tanjung Ringgit yang
telah dimulainya sejak tahun 1920. Pertimbangannya bukan karena letaknya yang
strategis tetapi juga dukungan wilayah belakang yang kaya dengan hasil-hasil
bumi.
Pascakemerdekaan
Republik Indonesia pengelolaan pelabuhan Tanjung Ringgit dilakukan oleh sebuah
Jawatan Perhubungan dan setelah pemerintah Republik Indonesia menggulirkan
nasionalisasi semua perusahaan asing tahun 1959, pelabuhan Tanjung Ringgit
dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah.
Dalam rangka
untuk meningkatkan pelayanannya variabel yang menentukan adalah persepsi
terhadap approaching time (waktu yang digunakan kapal dari saat menunggu
hingga merapat di dermaga) dan berthing
time (waktu yang digunakan kapal untuk bersandar di dermaga). Perbandingan
kemampuan dua variabel tersebut menunjukan bahwa approaching time lebih
mampu menjelaskan persepsi pelayanan pelabuhan dibandingkan dengan variabel berthing time. Usaha memperkecil approaching time adalah dengan
meningkatkan kemampuan SDM (petugas pandu) maupun sistem peralatan baik kapal
pandu maupun peralatan navigasi. Untuk perbaikan waktu berthing time dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem manajemen
tenaga kerja (buruh) sehingga dapat cepat melakukan bongkar muat di pelabuhan
sehingga mengakibatkan waktu yang digunakan kapal untuk bersandar lebih pendek.
DAFTAR PUSTAKA
Hamrie P, dkk. 1988. Peranan Pelabuhan Makassar Sebagai Pelabuhan Samudra.Ujung
Pandang: LEPHAS.
Laporan Tahunan Pelabuhan
Awerange Kabupaten Barru, tahun anggaran 1993-2000, Kantor Pelabuhan Awerange.
Purwaka, Tommy H. 1984. Pelayaran Antar Pulau Indonesia: Suatu
Kajian Tentang Hubungan Antara Kebijakan Pemerintah dengan Kualitas Pelayanan
Pelayaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sallatang, 1976. Desa Pantai di Sulawesi Selatan dan Strategi
Pengembangannya. Ujung Pandang: Tim Studi Pedesaan UNHAS.
Siregar, Muchtaruddin. 1990. Beberapa Masalah Ekonomi dan Management
Pengangkutan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (FE UI).
Sekretariat Negara Republik
Indonesia. 1960. Lembar Negara Republik
Indonesia.
Sudjatmiko, F.D.G. 1979. Pokok-Pokok Pelayaran Niaga. Jakarta:
Bharata Karya Aksara.
Triatmojo, Bambang. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Informan:
Wawancara: Herman, 1 Desember
2012
Wawancara: Haeruddin, 2
Desember 2012
Wawancara: Nukrah, 3 Desember
2012
Wawancara: Ayushar Iriansyah,
12 Desember 2012