Tuesday 4 February 2014

Sejarah Pelabuhan Tanjung Ringgit Palopo



SEJARAH PELABUHAN TANJUNG RINGGIT PALOPO

HISTORY OF THE PORT OF TANJUNG RINGGIT IN PALOPO
  

PENDAHULUAN
Sarana pengangkutan laut di Sulawesi Selatan masih belum memadai, ini ditandai dengan masih minimnnya sarana dan prasarana angkutan yang nyaman bagi para penumpang dan angkutan barang. Hasil survey Lembaga konsumen dan Jasa Indonesia tahun 2003, dari empat pelabuhan besar yang disurvei (Tanjung Perak, Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Soekarno-Hatta) pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar menempati peringkat kedua dari bawah setelah tanjung emas (Hamrie, 1988:92).  Hasil survey ini membuktikan bahwa sarana pengangkutan baik itu barang dan penumpang masih belum memadai dan belum memuaskan tingkat konsumen. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme masyarakat di dalam menggunakan jasa transportasi pengangkutan laut. Karena transportasi laut memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan modern (Purwaka, 1984:2).
Pelabuhan sebagai sarana pengangkutan antarpulau memegang peranan penting di dalam penyebaran dan pemerataan hasil-hasil produksi antarpulau. Di Sulawesi Selatan terdapat beberapa pelabuhan pengangkutan salah satu di antaranya adalah pelabuhan Tanjung Ringgit di Palopo. Aktivitas pelabuhan Tanjung Ringgit yang melayani kegiatan bongkar muat khususnya barang-barang hasil pertanian, perkebunan disamping itu juga melayani kegiatan embarkasi dan debarkasi penumpang kebeberapa pulau terutama di Kalimantan, baik itu di Balikpapan, Samarinda, Bontang dan lain-lain.Barang-barang hasil pertanian yang paling sering di pasarkan ke pulau lain lewat pelabuhan ini adalah beras. Beras merupakan komoditi utama masyarakat Sulawesi Selatan dan Pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai mediator perdagangan dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Keberadaan pelabuhan tersebut mempunyai dampak yang sangat besar terhadap aktivitas ekonomi di daerah tersebut (Siregar, 1990:75).
Tulisan ini berusaha untuk menguraikan sejarah perkembangan pelabuhan Tanjung Ringgit. Pelabuhan Tanjung Ringgit di Palopo dibangun pada tahun 1920 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya pelabuhan ini merupakan sebuah dermaga kecil yang hanya bisa disinggahi oleh kapal-kapal yang juga bertonase kecil untuk mendukung jalur distribusi barang dan mobilitas orang yang menghubungkan dengan beberapa pelabuhan lainnya seperti;  pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar dan pelabuhan Nunukan di Kalimantan. Pelabuhan Tanjung Ringgit kemudian mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan perekonomian.
Untuk menggambarkan sejarah pelabuhan Tanjung Ringgit, maka metode penelitian yang digunakan adalah sejarah kritis yang digunakan dalam penelitian ini melalui tahapan heuristic, kritis sumber, interpretasi dan historiografi. Sumber-sumber primer yang digunakan meliputi, arsip dan dokumen pemerintah. Selain sumber itu, informasi tentang pelabuhan juga diperoleh, berupa buku, artikel, majalah atau bulletin dan lain sebagainya. Sumber-sumber sejarah tersebut, setelah melalui proses kritik selanjutnya dinarasikan dalam bentuk eksplanasi sejarah.

PEMBAHASAN
Perkembangan Pelabuhan Tanjung Ringgit 1970-1985
Pelabuhan Tanjung Ringgit dianggap sebagai pelabuhan penting di Kerajaan Luwu, karena biasa berlabuh beberapa kapal junk (perahu yang besar atau kapal layar). Di daerah ini tersedia barang dagangan berupa beras, kopra, kopi, cokelat dan hasil bumi lainnya, dan lada dalam jumlah banyak sekali. Dari data tersebut tergambar bagaimana posisi dan peranan Palopo sebagai Kota Pelabuhan sangat penting di Nusantara.Walaupun hal ini tidak terkait langsung dengan pelabuhan Tanjung Ringgit yang lahir kemudian, namun memberikan gambaran posisi Palopo di jalur Internasional, dan gambaran komoditi yang ada di Palopo masa itu, bahkan pada masa awal keberadaan Pelabuhan Tanjung Ringgit menunjang aktifitas perdagangan antar daerah tahun1920 sampai tahun 1954. Melihat fungsi tersebut, pemerintah menetapkan pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pelabuhan khusus, artinya pelabuhan khusus penyeberangan kapal Ferry. Fungsi ini berbeda dengan keberadaan pelabuhan umum seperti Pelabuhan Soekarno - Hatta di Makassar (Sudjatmiko,1979:85).
Aktivitas pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pelabuhan alam yang melayani kegiatan bongkar muat khususnya barang-barang hasil pertanian, perkebunan di samping itu juga melayani kegiatan embarkasi dan debarkasi penumpang kebeberapa pulau terutama di Kalimantan, baik itu di Balikpapan, Samarinda, Bontang dan lain-lain.
Barang-barang hasil pertanian yang paling sering dipasarkan ke pulau lain lewat pelabuhan ini adalah beras. Beras merupakan komoditi utama masyarakat Sulawesi Selatan dan pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai mediator perdagangan dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Keberadaan pelabuhan tersebut mempunyai dampak yang sangat besar terhadap aktivitas ekonomi di daerah tersebut.
Kemajuan Pelabuhan 1986-1996
                          Pada tahun 1991 status hukum badan usaha pelabuhan kembali mengalami perubahan dari status Perusahaan Umum (Perum) berubah menjadi Persero. Perubahan ini lebih menekankan pengelolaan pelabuhan berorientasi pada pemupukan keuntungan. Pelabuhan di bawah pengelolaan PT (Persero) harus dapat meraih keuntungan karena merupakan salah satu sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).  Pelabuhan Tanjung Ringgit berada di bawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan IV yang mencakup pula beberapa pelabuhan lainnya di wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua. Perubahan status ini juga berlaku untuk pelabuhan Tanjung Ringgit sejak tahun 1991 berada  di bawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV yang berkedudukan di Makassar.
Berdasarkan studi dari LPEM-FEUI pada tahun 2012 yang membuat buruknya pelayanan di pelabuhan adalah kemacetan (congestion) pergerakan barang, terbatasnya infrastruktur, terbatasnya crane, dan administrasi (Triatmojo, 1996:123). Terkait dengan kemacetan (congestion) pergerakan barang tidak saja terjadi di dalam pelabuhan tetapi juga di luar pelabuhan yang mengakibatkan tersendatnya pengiriman barang dan mengakibatkan kapal harus menunggu lebih lama.
Persoalan lain terkait dengan pengelolaan kepelabuhanan adalah kelangkaan fasilitas pelabuhan, regulasi dan sumber daya manusia. Terkait dengan fasilitas pelabuhan, banyak pelabuhan di Indonesia yang terbuka bagi kapal asing tetapi belum sepenuhnya menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code.
Beberapa permasalahan pelabuhan Tanjung Ringgit tersebut di atas memberi gambaran bahwa pelayanan pelabuhan belum berjalan dengan baik akan berpengaruh pada distribusi barang di Indonesia karena berdasarkan data 2012 menunjukan bahwa volume arus bongkar muat barang di Palopo 60 % melalui Tanjung Ringgit.

a.     Pelabuhan dan Jaringan Transportasi
                          Pelabuhan Tanjung Ringgit merupakan salah satu pelabuhan yang ada di Sulawesi Selatan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal ferry dan kapal barang. Tetapi kondisi pelabuhan yang memiliki kedalaman yang kurang memadai membuat kapal yang memiliki tonase besar tidak dapat memasuki pelabuhan guna menghindari kandasnya kapal. Keterbatasan sarana dan kedangkalan pelabuhan membuat aktivitas bongkar muat barang mengalami hambatan. Tetapi salah satu kelebihan pelabuhan Tanjung Ringgit karena pelabuhan ini terletak di dalam kota. Hal ini menguntungkan karena angkutan barang dan penumpang dari daerah sekitar kawasan Luwu  bisa dilakukan melalui jalan darat. Sebelum barang atau penumpang dikapalkan ke pelabuhan tujuan, barang atau penumpang diangkut dengan truk atau bus dan kendaraan pribadi. Demikian  pula sebaliknya apabila datang kapal dari luar Luwu  yang akan membongkar muatannya di pelabuhan Tanjung Ringgit,  maka barang atau penumpang tersebut diangkut melalui jalan darat (Laporan Pelabuhan Tanjung Ringgit, 1993-2000).
Volume pengangkutan barang dan penumpang melalui pelabuhan Tanjung Ringgit pada tahun 1970-1985 mengalami fluktuasi. Pada masa tertentu volume bongkar muat barang dan penumpang melalui pelabuhan Tanjung Ringgit mengalami peningkatan, namun pada tahun yang lain mengalami penurunan. Pada tahun 1970 volume pengangkutan barang dan penumpang yang melalui pelabuhan Tanjung Ringgit mengalami peningkatan sampai pada tahun 1975.
Kegiatan perdagangan terjadi melalui para pedagang menyewa kapal untuk mengangkut barang-barang dagangan ke luar daerah (Wawancara: Ayushar Iriansyah,  12 Desember 2012). Beras merupakan komoditi yang paling banyak diperdagangkan di pelabuhan Tanjung Ringgit. Beras juga merupakan hasil bumi yang paling banyak diminati oleh masyarakat di daerah Kalimantan. Menurut seorang informan di daerah ini bahwa pada dasarnya kami lebih sering membawa beras keluar daerah misalnya ke Kalimantan, karena daerah ini harga beras sangat tinggi. Setelah kembali kami membawa kayu untuk dijual di daerah Sulawesi. (Herman: wawancara, 1 Desember 2012). Hal ini senada apa yang sampaikan oleh ibu Nukrah  bahwa saya berdagang beras ke Pulau Kalimantan karena dapat menjanjikan keuntungan yang sangat besar. I sini saya beli beras dengan harga Rp. 3.200 perkilo gram, maka di sana (Kalimantan) saya jual  dengan harga Rp. 4.200 perkilo gram. Keadaan ini sangat menguntungkan apabila dibandingkan saya berdagang di kampung (Wawancara: Nukrah, 3 Desember 2012).
Kutipan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa perdagangan antarpulau yang menggunakan jasa pelabuhan sebagian besar adalah perdagangan beras, dan hasil-hasil bumi lain, seperti kacang ijo, jagung, cabe, dan lain sebagainya. Namun perdagangan jenis hasil bumi ini tergantung dari peredaran musim tanam oleh para petani.
Untuk menelaah perdagangan beras di pelabuhan Tanjung Ringgit Kota Palopo, maka tidak lepas dari sejarah perkembangan pelabuhan itu sendiri. Oleh karena di bawah ini akan diuraikan perkembangan pelabuhan Tanjung Ringgit Kota Palopo. Untuk menelusuri sejarah pelabuhan Tanjung Ringgit, penulis petakan ke dalam dua periode. Periode pertama antara tahun 1974 sampai tahun 1995, di mana pada periode ini pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pelabuhan rakyat dikelolah oleh pemerintah Kota Palopo, kemudian periode kedua dari tahun 1996 sampai tahun 2006, di mana pada periode ini pelabuhan Tanjung Ringgit diambil alih pemerintah pusat dinyatakan sebagai BUMN.
Pada tahap awal pelaksanaan pembangunan Dermaga Pelabuhan Awerage hanya 1 (satu) buah. Dermaga tersebut terbuat dari kayu dan merupakan milik Pemda Tingkat II Kota Palopo dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 6 meter yang dibangun pada tahun 1974. Dan digunakan sebagai tempat pelayaran rakyat antarpulau untuk mengangkut bahan-bahan hasil pertanian dan ternak ke daerah Kalimantan.
Pemda Kota Palopo melihat bahwa pelabuhan Tanjung Ringgit cukup potensial untuk menunjang salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Palopo akhirnya pada tahun 1990 Pemda Tingkat II Kota Palopo membangun 1 (satu) buah gedung kantor semi permanen dan lapangan penumpukan milik Departemen Perhubungan Propinsi Sulawesi Selatan dengan ukuran 50x40 meter dibangun 1 (satu) buah pos jaga yang dibangun diatas lapangan penumpukan denga ukuran 6x6 meter type 36.
Untuk memperlancar kegiatan di pelabuhan Tanjung Ringgit Pemda Tingkat II Kota Palopo membangun fasilitas penunjang berupa pembuatan jalan raya menuju ke dermaga pelabuhan sekitar ± 500 meter dalam bentuk jalan raya masih bersifat pengerasan pengadaan air minum sebagai salah satu kelengkapan fasilitas penunjang yang dikerjakan oleh pemerintah daerah pelabuhan, pembangunan kantor Bea dan Cukai semi permanen, pembangunan karantina hewan.
Pengadaan sarana komunikasi operasi udara 1 (satu) buah radio SSB ICOM IC-M 700 dari Pimpro fasilitas pengembangan pelabuhan laut Tahun Anggaran 1992/1993 dan pengadaan sarana/alat-alat  perkantoran: 4 (empat) buah kursi kayu, 1 (satu) buah kursi besi metal, sicen/kursi tamu, 7 (tujuh) buah meja kayu, 5 (lima) buah lemari kayu, 1 (satu) buah filing cabinet, 1 (satu) buah brankas, 1 (satu) buah mesin ketik, 1 (satu) buah mesin hitung, tabung pemadam kebakaran, jam eletronik, gambar peta, kipas angin, dan laap area meter (Laporan Tahunan Kantor Pelabuhan Tanjung Ringgit Tahun Anggaran 1993/1994).
Barang-barang yang dimuat di pelabuhan Tanjung Ringgit meliputi hasil pertanian, perkebunan dan peternakan. Dari dokumen dan informasi yang penulis dapatkan, dapat diketahui volume bongkar muat barang di pelabuhan Tanjung Ringgit, namun penulis akan membatasinya sesuai dengan data yang di pelabuhan Tanjung Ringgit yaitu laporan tahunan mulai 1990 sampai 1995.
Pelabuhan Tanjung Ringgit adalah suatu kawasan kerja, tempat kapal dapat berlabuh dengan aman, terlindung dari bahaya yang ditimbulkan oleh gelombang dan angin topan. Pada tahun 1996 merupakan tahun penting bagi pelabuhan Tanjung Ringgit di mana pada tahun tersebut kantor pelabuhan Tanjung Ringgit difungsikan dan dioperasikan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dalam dinamika pembangunan pelabuhan Tanjung Ringgit. Fasilitas-fasilitas yang dibangun secara besar-besaran dibanding tahun sebelumnya, upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan kapal yang beraneka ragam, merupakan motivasi mendasar pemerintah dalam membangun pelabuhan tersebut.
Pelabuhan dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan kegiatan industri, perdagangan dan kegiatan ekonomi dari wilayah yang dilayaninya. Tetapi pelabuhan tidak dapat menciptakan kegiatan tersebut, sebab pelabuhan hanya melayani tumbuh dan berkembangnya berbagai kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan industri, perdagangan dan lain-lain yang tumbuh dan berkembang dalam suatu daerah pelabuhan membuat peranan pelabuhan meningkat dari tempat kapal bersandar menjadi pusat kegiatan berbagai kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam suatu pelabuhan berupa proses penyimpanan, distribusi, pengelolaan, pemasaran (marketing) dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Siregar (1990:143) bahwa, pelabuhan sudah menjadi suatu unit dalam system ekonomi yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan ekonomi wilayah yang dilayaninya. Oleh karena itu dalam pengelolahan pelabuhan harus dipandang sebagai suatu organisme ekonomi yang hidup menurut tata aturan ekonomi.
Sebagai suatu sistem ekonomi, maka pelayanan jasa pelabuhan harus lebih baik seiring dengan peningkatan perdagangan yang semakin pesat. Dengan harus dibangun alur pelayaran harus dikeruk, system administrasi dalam suatu pelabuhan harus ditingkatkan, karyawan dan buruh pelabuhan harus dilatih. Namun suatu masalah yang sering dihadapi oleh pihak pelabuhan tentang tidak diketahui secara tepat jumlah barang, jenis, ragam dan muatan yang akan melalui pelabuhan. Sehingga mempersulit pelaksanaan persiapan bagi peningkatan kemampuan pelabuhan tersebut. Pelabuhan harus tetap peka terhadap perubahan yang akan terjadi dan harus mampu memberikan pelayanannya yang lebih baik.
Setiap pelabuhan khususnya pelabuhan Tanjung Ringgit harus dapat membiayai dirinya, walaupun struktur dan tingkat tarif pelabuhan selalu nampak penekanan pada pengutamaan pelayanan agar arus barang melalui pelabuhan tetap lancar dan dapat merangsang kegiatan perdagangan dan pembangunan pada umumnya. Dengan demikian walaupun pelabuhan harus dikelolah sebagai salah satu unit ekonomi dan unit usaha, dimana berlaku tata aturan ekonomi tetapi kebijksanaan tarif pelayanannya harus berorientasi kepada pengembangan ekonomi. Hal ini berarti bahwa pelabuhan tidak hanya bertujuan mencari penerimaan yang cukup, tetapi dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Dengan adanya dan berfungsinya pelabuhan Tanjung Ringgit di Kota Palopo, pada dasarnya secara langsung membawa perkembangan perekonomian bagi pengusaha pribumi (pengusaha ekonomi lemah) utamanya yang bergerak di bidang pelayaran dan perdagangan antar pulau dan memberikan manfaat-manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya, terutama dalam menciptakan peluang kerja bagi masyarakat. Dibutuhkannya tenaga buruh pelabuhan untuk mendukung pelaksanaan bongkar muat barang merupakan salah satu peluang kerja yang diciptakan oleh pelabuhan (Wawancara: Haeruddin,  12 Desember 2012).
Sebagai unit pelayaran dengan berbagai jenis kegiatan dan pekerjaan yang begitu kompleks, pelabuhan juta telah menjadi suatu masyarakat kerja dengan ciri-ciri kehidupannya sendiri. Pemberian status ekonomi (Port Authority) bagi pelabuhan, menyebabkan pelabuhan tersebut dapat mengikuti gerak kehidupan ekonomi dan masyarakat yang harus dilayaninya. Tidak terkecuali pelabuhan Tanjung Ringgit di Kota Palopo.
b.     Kunjungan Kapal
            Perkembangan perdagangan di pelabuhan Tanjung Ringgit selain berhubungan erat dengan komoditas yang dihasilkan oleh Sulawesi Selatan  yang didukung oleh fasilitas pelayaran antarpulau. Berdasarkan PP No. 2 tahun 1969 pasal 5 disebutkan bahwa pelayaran terdiri atas pelayaran dalam negeri dan pelayaran luar negeri. Pelayaran dalam negeri meliputi:
1.     Pelayaran Nusantara (antarpulau/interinsuler)
Merupakan pelayaran yang melakukan usaha pengngkutan antarpelabuhan di Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh dan ketentuan yang berlaku. Wilayah operasi perusahaan pelayaran meliputi seluruh wilayah perairan Indonesia tanpa memandang jurusan yang dituju dan ketentuan yang berlaku. Usaha pelayaran Nusantara ini  pada umumnya menggunakan kapal berukuran 1000-3000 ton. Dalam pengertian pelayaran Nusantara ini tercakup di dalamnya jenis pelayaran rakyat, yaitu pelayaran dalam bentuk yang lebih sederhana dari pelayaran samudra  dengan wilayah operasi di seluruh teritorial Indonesia. Ukuran kapal yang dipakai pada pelayaran rakyat  relatif lebih kecil dari kapal pelayaran nusantara, jumlahnya lebih banyak sehingga sering disebut armada semut.
2.     Pelayaran Lokal
Merupakan pelayaran yang melakukan usaha pengangkutan antarpelabuhan di Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan kapal yang berukuran 500 m3 . Pelayaran ini bergerak dalam provinsi atau beberapa provinsi yang berbatasan.
3.     Pelayaran Rakyat
Yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan perahu-perahu layar. Penyelenggaraan angkutan laut ini dilakukan oleh perorangan sebagai usaha rakyat yang bersifat  tradisional. Pelayaran rakyat ini melayari jalur pelayaran antarpulau.
            Sedangkan pelayaran luar negeri atau pelayaran samudera  adalah jenis pelayaran yang beroperasi di perairan internasional dan bergerak antara satu negara ke negara lain dan harus memperhatikan  hukum serta konvensi internasional yang berlaku.
            Dari kelima jenis pelayaran di atas, pelayaran rakyatlah yang paling meramaikan aktifitas di pelabuhan Tanjung Ringgit. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan. Dari tahun 1975 yang berjumlah 25 %  kemudian mengalami peningkatan hingga tahun 1980 mencapai 50 atau kira-kira 65 %. kemudian dari tahun 1980 menagalami penurunan kemudian meningkat secara bertahap pada tahun 1985.
            Dari data kunjungan kapal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayaran rakyatlah yang meramaikan pelabuhan Tanjung Ringgit jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Muatannya adalah hasil-hasil bumi, perkebunan dan pertanian. Sampai tahun 1980-an data menunjukkan bahwa armada pelayaran rakyat masih tetap merupakan salah satu alat transportasi terpenting bagi pengangkutan barang antarpulau. Perkembangan pelayaran rakyat memang berkaitan dengan perdagangan, terutama ketika perdagangan kayu asal Kalimantan ikut meramaikan arus perdagangan di Indonesia. Armada pelayaran rakyat banyak menikmati keuntungan dari perdagangan kayu tersebut. Dalam hal ini armada pelayaran rakyat hampir tidak tertandingi oleh jenis transportasi laut lainnya.
            Salah satu faktor yang menyebabkan pengangkutan dengan perahu banyak diminati adalah mudah dan cepatnya bongkar muat barang walaupun hampir semua aktivitas bongkar muat dilakukan dengan tenaga manusia. Biasanya barang yang datang segera dibongkar ke dalam truk yang sudah siap di dekat perahu. Pengangkutan barang dengan perahu memberi tiga keuntungan bagi pemilik perahu dan awaknya, maupun bagi pemilik barang. Keuntungan pertama, dengan cara bongkar muat seperti tersebut di atas akan sangat mengurangi biaya. Keuntungan kedua, barang terhindari dari kerusakan pada saat bongkar muat karena barang dikeluarkan/dimasukkan dari/ke dalam perahu satu persatu. Seandainya terjadinya kerusakan pada barang maka akan cepat diketahui  dan dapat segera ditanggulangi. Keuntungan ketiga adalah waktu transit di pelabuhan yang lebih cepat karena prosedur pabean di pelabuhan tidak rumit dibanding dengan pelabuhan utama.
            Meskipun demikian, sebagai alat transportasi tradisional, armada pelayaran rakyat memang memiliki beberapa kelemahan, terutama tidak dapat menjamin kecepatan dan keselamatan barang sampai di tempat tujuan karena perahu layar rawan kecelakaan. Kadang-kadang perahu rusak di tengah perjalanan sehingga pengangkutan barang memerlukan waktu lebih lama lagi. Akibatnya barang sudah dalam keadaan rusak ketika sampai di tempat tujuan karena perahu tenggelam di perjalanan bersama seluruh barang yang diangkut (Sallatang, 1976:92)

PENUTUP

Perkembangan perdagangan yang meningkat secara pesat terutama pada pertengahan abad ke-20 tampaknya telah mendorong tumbuhnya kota-kota pelabuhan perdagangan di sekitar pantai bersamaan dengan pertumbuhan negara-negara maritim baru seperti Indonesia. Bersamaan dengan itu tumbuh pula golongan pedagang di kota-kota pelabuhan yang menjadi tulang punggung kegiatan perdagangan pada waktu itu. Para saudagar atau pedagang yang tinggal di kota-kota bandar perdagangan menggantungkan hidup dari usaha perdagangan serta pelayaran.
Kegiatan pengelolaan pelabuhan pada masa awal kemerdekaan dilakukan oleh Jawatan Pelabuhan. Selanjutnya diadakan penataan kembali organisasi pengelolaan pelabuhan karena adanya nasionalisasi pelabuhan milik belanda dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang  (Perpu) No. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara Yang menetapkan bahwa status pengelolaan pelabuhan dialihkan dari jawatan pelabuhan menjadi bentuk badan hukum perusahaan Negara.
Palopo, bukan nama baru dalam sejarah Indonesia, ketenarannya pada masa Kedatuan Luwu, di mana pelabuhan Tanjung Ringgit menjadi pelabuhan yang cukup penting pada masa itu. Walaupun Palopo berpisah secara administrasi dengan wilayah Kabupaten Luwu namun kota ini menunjukkan perkembangan yang pesat. Posisi penting ini yang membuat Pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan Tanjung Ringgit yang telah dimulainya sejak tahun 1920. Pertimbangannya bukan karena letaknya yang strategis tetapi juga dukungan wilayah belakang yang kaya dengan hasil-hasil bumi.
Pascakemerdekaan Republik Indonesia pengelolaan pelabuhan Tanjung Ringgit dilakukan oleh sebuah Jawatan Perhubungan dan setelah pemerintah Republik Indonesia menggulirkan nasionalisasi semua perusahaan asing tahun 1959, pelabuhan Tanjung Ringgit dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah.
Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanannya variabel yang menentukan adalah persepsi terhadap approaching time (waktu yang digunakan kapal dari saat menunggu hingga merapat di dermaga) dan berthing time (waktu yang digunakan kapal untuk bersandar di dermaga). Perbandingan kemampuan dua variabel tersebut menunjukan bahwa approaching time lebih mampu menjelaskan persepsi pelayanan pelabuhan dibandingkan dengan variabel berthing time. Usaha memperkecil approaching time adalah dengan meningkatkan kemampuan SDM (petugas pandu) maupun sistem peralatan baik kapal pandu maupun peralatan navigasi. Untuk perbaikan waktu berthing time dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem manajemen tenaga kerja (buruh) sehingga dapat cepat melakukan bongkar muat di pelabuhan sehingga mengakibatkan waktu yang digunakan kapal untuk bersandar lebih pendek.

DAFTAR PUSTAKA
Hamrie P, dkk. 1988. Peranan Pelabuhan Makassar Sebagai Pelabuhan Samudra.Ujung Pandang: LEPHAS.
Laporan Tahunan Pelabuhan Awerange Kabupaten Barru, tahun anggaran 1993-2000, Kantor Pelabuhan Awerange.
Purwaka, Tommy H. 1984. Pelayaran Antar Pulau Indonesia: Suatu Kajian Tentang Hubungan Antara Kebijakan Pemerintah dengan Kualitas Pelayanan Pelayaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sallatang, 1976. Desa Pantai di Sulawesi Selatan dan Strategi Pengembangannya. Ujung Pandang: Tim Studi Pedesaan UNHAS.
Siregar, Muchtaruddin. 1990. Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1960. Lembar Negara Republik Indonesia.
Sudjatmiko, F.D.G. 1979. Pokok-Pokok Pelayaran Niaga. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Triatmojo, Bambang. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Informan:
Wawancara: Herman, 1 Desember 2012
Wawancara: Haeruddin, 2 Desember 2012

Wawancara: Nukrah, 3 Desember 2012
Wawancara: Ayushar Iriansyah, 12 Desember 2012


1 comment:

  1. PROMO FREEBET 1 JUTA MERIAHKAN NATAL DAN TAHUN BARU 2019 BOLAVITA

    - Promo Frenzy Bonus 3% Berlaku Untuk Seluruh Games Bolavita Dari Santa Claus ( Kecuali Togel )
    - Untuk Bola Tangkas Dapat Claim Bonus Dengan Syarat Withdraw Mencapai Win / Loss 25% dari Nilai Deposit + Bonus
    - Promo Berlaku untuk Member Yang Melakukan Deposit Minimal Rp 100.000
    - Maksimal Bonus Dapat di Claim adalah Rp 1.000.000
    - Syarat Penarikan Dana Adalah Melakukan Turnover Minimal 1x Dari Bonus + Deposit
    - Contoh ( Deposit 1000 ) + ( bonus 3% = 30 ) = 1000 + 30 = 1030 anda harus melakukan Valid Bet Senilai 1030 untuk melakukan penarikan dana
    - Anda Tetap Dapat Mengikuti Promo Cashback Apabila Telah Mengikuti Promo Frenzy Bonus Santa
    - Apabila Belum Mencapai Turnover Sudah Melakukan Withdraw Bonus Frenzy Kami Tarik Kembali
    - 1 User ID Berhak Melakukan Claim 1x
    - Kami Berhak Membatalkan Bonus Apabila Terdapat Indikasi Kecurangan
    - Untuk Freebet Santa Dibagikan Secara Otomatis Setiap Anda Melakukan Deposit
    * Tanggal 24 Desember Pukul 23:00 WIB Sampai Dengan Tanggal 25 Desember Pukul 05:00 WIB
    * 31 Desember 2018 Pukul 22:00 WIB Sampai Dengan Tanggal 1 Januari 2019 Pukul 07:00 WIB

    ReplyDelete